Renungan Agustus
Agustus tiba menyapa
Ada keheningan mengusik yang selalu datang bertandang ketika Juli usai
Kata langit diatas kepalaku
‘Apa artinya merdeka?
Apa artinya menjadi Indonesia?’
Kaki berhenti terhenyak sejenak
Menepuk kepala, mata dan telinga untuk tengadah ke atas dan menerawang
Kucoba kususuri tahun-tahun lama yang mengantar kita ada
Sebelum merah putih
Sebelum ada jati diri
Ketika tanah berpijak selalu berlari mengungsi
Ketika goni menjadi baju dan ketela tanpa rasa menjadi penyangga raga
Ketika untuk hidup sehari harus sembunyi dalam ratusan hari
Ada mesiu menyerbu
Ada meriam berdentam
Ada granat yang menyayat
Ada bambu runcing
Lalu lahirlah jiwa raga pemudi-pemuda
Dengan keberanian yang paling berani
Dengan darah yang membuncah
Dengan kematian yang beribu
Dengan kegigihan yang tanpa batas membawa kita ke tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima.
Agustus masih disini
Kaki masih terhenyak
Ada rasa bersalah
‘Mengapa dulu aku tak disana?’
Ada limpahan rasa syukur yang tak terukur
‘Bagaimana aku mengucapkan terima kasihku?’
Ada rasa berdosa karena tanya yang selalu ada
‘Sudah siapkah aku untuk menjadi merdeka?’
Diujung langit bintang kecil berkedip menggoda seakan bertanya
‘Apa yang terjadi jika seandainya tidak ada tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima?’
Kepalaku menggeleng dalam hening tanpa jawaban
Lalu kaki beranjak pergi membawa janji-janji untuk negeri
‘Harus kumulai dari diri sendiri
untuk mencintai pertiwi dengan apa yang kubisa.
Akan kucintai sesamaku dulu
Karena itulah artinya merdeka’
©Yacinta Kurniasih (Agusuts 2012)
|
No comments:
Post a Comment