Translate

Saturday, March 10, 2012

Rolf Heimann

A writer, cartoonist & poet himself, still at the Indonesian Consulate General, with his baritone voice makes the reading is unique and interesting!

'It was very enjoyable the other day, and I hope to come again to the Jembatan Society for the next meeting. The poem was by Wilhelm Busch, and I tried to translate it in the same casual style. As I said, he usually wrote in a humorous style, but not always. To translate serious poems need a lot of courage and confidence, because one can not always fathom the full meaning of the original. I am sure here are poets who would read translations and say: "That's not exactly what I meant!"
Next time I might read atranslation translation, of a more serious poem by Wilhelm Busch, which contains the line: " You helped created this world before your mother gave you birth". I wondered whether I understood this right and pondered long about it. It certainly is food for thought.

A flower graced the sunny meadow
so beautiful that in its shadow
no other plant within compare
would seem as blooming half as fair.
A butterfly came floating by
and looked the flower in the eye.
While hesitating close above it
the insect couldn't help but love it.
And in this meadow's very sector
were also bees collecting nectar
and bugs and beetles and their siblings
pursuing their accustomed cribblings
right over leaves and stem and petals,
which raised the butterflyer's hackles
and filled his little heart with pain.
Alas, his anger was in vain:
It happened that within an hour
an old grey donkey spied the flower,
and he devoured with boorish pleasurel
that much admired floral treasure.





























Friday, March 9, 2012

Indonesian Consulate General

25 February 2012


Steve, Mannix, Lella, Nuim, ,Lisa, Marika, Bruce, Michele, Rolf..............


Nuim Khaiyath

A radio broadcaster, a preacher and, a writer. He's one of those who still using old Indonesian/Malay vocabs in a conversation, probably simply because, 'I'm from Medan', he said that himself!







DOA
Kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh mengingat
Kau penuh seluruh cayaMu
Panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku aku hilang bentuk remuk
Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku di pintuMu
aku mengetuk aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Lella Cariddi


A curator, writer, an organiser poetry reading at The Federation Square.


Bruce Grey


A preacher, one of Pablo's admirer and often even takes 3 hours from Sale he always comes to the reading! That day he came with his lovely wife Michelle. But I don't think he read Pablo's that day, not sure what?

Simon Williams

Both teachers and, Simon is one of the most faithful member of the Society! He came a few times to the Society when it was still at 3 Husdon street in Caulfield in 1992 I think! Terima kasih ya Mas Simon atas dedikasinya yang tinggi!





He recited in Bahasa Indonesia & Simon in English.
Anton was also read Tina's poem for his beloved Mother who passed away without any hints or warning in 2009.....

MY DEAR MOTHER by Tina Adams

How can I say I love you
to a Mum that isn't there anymore.
How can I say I'm sorry
if it seemed I didn't care.

How can I ever thank you
for letting me be me.
Even though it hurt you
when you could have let me fall

So many things I should have said
these just a few.
I only hope you hear me...
When I whisper I love you


KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
Hari depan Indonesia adalah duaratus juta mulut yang
menganga
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang-malam, dengan bola yang bentuknya seperti
telur angsa
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
tenggelam karena seratus juta penduduknya.
Kembalikan
Indonesia
padaku.
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main
pingpong siang malam dengan bola telur angsa di
bawah sinar lampu 15 wat.
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan
tenggelam lantaran berat bebannya kemudian
angsa-angsa berenang di atasnya.
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola
lampu 15 wat, sebagian putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang
berenang-renang sambil main pingpong di atas
pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta
bola lampu 15 wat ke dasar lautan.
Kembalikan
Indonesia
padaku.
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam dengan bola yang bentuknya seperti
telur angsa
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
tenggelam karena seratus juta penduduknya.
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga.
Kembalikan
Indonesia
padaku.

Sri Dean

A radio broadcaster, actress and, one of the most faithful poetry readers for many years since the Society was still in North Caulfield 1992!
Sri read in Bahasa Indonesia and Nuim read the translation in English.





NADA AWAL - Subagio Sastrowardoyo
Tugasku hanya menterjemah
gerak daun yg bergantung
di ranting yang letih.
Rahasia membutuhkan kata yang terucap
di puncak sepi.
Ketika daun jatuh tak ada titik darah.
Tapi di ruang kelam ada yang merasa
kehilangan dan mengaduh pedih.

THE FIRST SOUND
My task is to translate
The movement of the leaves, hanging
on tired branches. Secrets
need words, spoken in silence. When a leave falls,
there is no blood. But in the dark room, someone feels
grief and cries out in pain.

1969. Taken from 'Secrets need words' Indonesian poetry 1966-1998
edited & translated by Harry Aveling.

Wednesday, March 7, 2012

Lisa - LHB

A poet and that day she read one of her own poetry!













TWIG
Twig,
smooth,
bleached,
silvery white,
death’s whisper,
your vitality stolen
tragically before time,
debris by the water’s edge
as the tides’ rhythm pummels,
entwined with nature’s toll song,
one of countless ruthlessly clustered
while life must continue unabated around,
children will build castles and draw in the sand,
and search for shells amongst seaweeds of red and lime,
meander over ruby red flowers strewn close to shore’s edge
and scamper up the wonderland undergrowth of the ocean dunes
and their laugh will happily sound above the waves’ roar along rocks
but little stick my tear will remember your years of swaying in the breeze
and whatever the name of the creative essence of Mother Nature’s poignancy,
know that the tides’ swirls have washed away a precious and loved part of myself.

LHB
Written in empathy with those who lost a loved one in the Bali Bombings. (In 2002 casualties numbered 202 and 20 in 2005).





Isan Santosa

The head of one the oldest Indonesian Community Association in Melbourne. He recited Rendra beautifully and with soul..............






















SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTRINYA

Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
Kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita yang hampir rampung
Dan dengan lega akan kita tuntaskan.

Kita tidaklah sendiri dan terasing dengan nasib kita
Karena soalnya adalah hukum sejarah kehidupan
Suka duka kita bukanlah istimewa
Karena setiap orang mengalaminya

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengadu
Hidup adalah untuk mengolah hidup
Bekerja membalik tanah, memasuki rahasia langit dan samudera
Serta mencipta dan mengukir dunia



Kita menyandang tugas karena tugas adalah tugas
Bukannya demi surga atau neraka
Tetapi demi kehormatan seorang manusia
Karena sesungguhnya kita bukan debu
Mesti kita telah reyot, tua renta dan kelabu
Kita adalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan

Tolehlah lagi ke belakang
Ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapuskannya
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna
90 tahun yang dibelai oleh nafas kita
90 tahun yang selalu bangkit melewatkan tahun-tahun lama
yang porak-poranda
Dan kenangkanlah pula
Bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita
Kita tersenyum bukanlah karena bersandiwara
Bukan karena senyuman adalah satu kedok
Tetapi karena senyuman adalah satu sikap
Sikap kita untuk tuhan, manusia sesama, nasib
dan kehidupan

Lihatlah 90 tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma
Kita menjadi goyah dan bongkok
Karena tampaknya usia lebih kuat dari kita
Tapi bukan karena kita telah terkalahkan

Aku tulis sajak ini untuk menghibur hatimu
Sementara kamu kenangkan encokmu
Kenangkanlah pula bahwa kita ditantang seratus dewa